Belum Move On
Telaah terkait isu virus corona yang
terjadi kurang lebih 3 tahun lalu dalam kasus virus yang menjangkit Tanah Air
kita, Indonesia. Kehadiran virus tersebut benar-benar tidak diharapkan oleh
masyrakat Tanah Air. Dampak kehadiran virus tersebut sangat menguncang masyarakat
Tanah Air, baik dari segi Pendidikan dan Ekonomi. Pada saat itu, masyarakat
dihimbau untuk tidak keluar rumah, selalu memakai masker, senantiasa mencuci
tangan, dll. Terlepas dari desas-desus bahwa virus corona tersebut benar-benar
merupakan penyakit atau hanya hoax semata yang dibuat oleh Sebagian oknum. Kita
sebagai manusia memiliki keharusan menjaga pribadi serta orang-orang yang
berada disekitar kita, baik keluarga, masyarakat desa, dan lain-lain. Demi
terwujudnya kemaslahatan kelompok dan keseimbangan hidup bersosial.
pendek kata, penulis mencoba mengali
terkait keharusan vaksin yang disinyalir bisa mencegah virus corona tersebut
serta tulisan ini hadir karena mencoba menjawab kegundahan teman dari kalangan Muhammadiyah yang sedang menempuh pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Surabaya, fakultas kedokteran terhadap kegundahan vaksin karena terdapat kandungan babi.
Ada beberapa yang perlu diperjelas untuk
menyelesaikan persoalan tersebut;
Pertama, kita tahu bahwa ajaran islam
merupakan ajaran rohmatan lil-alamiin. Rahmatan lil-alamin dalam
muqoddimah kitab maqoshid as-syariah al-islamiyah karya Dr. Wahbah
Zuhail diartikan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh seorang utusan baik berupa
ahkam atau as-syarai’ untuk kemaslahatan seluruh makhluk serta
bentuk perwujudan dari adanya utusan agar membawa kesejahteraan di dunia dan
akhirat.
Kedua, maqashid syariah yang
dibangun oleh Dr. Wahbah Zuhail ada 5 pilar yang mana berupa; 1. Al-hifdzu
Ad-din (menjaga agama) 2. Al-hifdzu An-nafs (menjaga jiwa) 3. Al-hifdzu
Al-aql (menjaga akal) 4. Al-hifdzu An-nasl (menjaga keturunan) 5. Al-hifdzu
Al-mal (menjaga harta)
ولإيجاد النفس : شرع الله الزواج الذي يؤدي الى بقاء
النوع بالتوالد والتناسل وللمحافظة عليه : اوجب الله تعالى تناول الضروري من
الطعام والشراب وارتداء اللباس وفرض العقوبة على قاتل النفس من قصاص ودية وكفارة
فيتحقق بذالك حفظ الأرواح وحق الحياة ( مقاصد الشريعة الإسلامية, ص 7, وهبة
الزحيلى )
“bentuk dari menjaga jiwa
ialah syariat nikah yang sudah allah tetapkan, karena dengan pernikahan
keturunan senantiasa terjaga serta allah mewajibkan memanfaatkan hal-hal berupa
makan, minum, memakai pakaian pada saat terdesak (dhorurat) dan menetapkan hukuman terhadap pembunuh baik
berupa qishos, diyat, dan kafarat. Dengan hal tersebut, menjaga jiwa dan
menjaga kehidupan merupakan aturan dari syariat”
(Maqashid as-syariah al-islamiyah, wahbah zuhaili, hal 7)
(مقاصد الشريعة الإسلامية, ص 137, محمد الطاهر ابن عاشور)
“menjaga jiwa merupakan menjaga
keselamatan dari kerusakan baik secara individu maupun kolektif, karena dunia
ini tersusun dari setiap indidivu. Sehingga setiap individu memiliki
keistimewaan untuk menjaga keseimbangan alam ini. Menurut syekh thohir bin
asyur, menjaga jiwa dengan qishos bukan bagian dari Al-hifdzu An-nafs seperti
yang sering dicontohkan oleh para fuqoha’. Menurut syekh Thohir bin Asyur
qishoh merupakan tingkatan terendah dari tingkatan menjaga jiwa, karena menurut
beliau, urgensi menjaga keselamatan jiwa ialah menjaga dari hal-hal yang
menyebabkan jiwa menjadi rusak sebelum hal tersebut terjadi. Seperti: menjaga
dari penyakit menular. Sayyidina Umar radhiyallohanhu, pernah mencegah pasukan
untuk masuk ke tanah syam karena wabah penyakit. Inilah Al-hifdzu An-nafs yang
dianggap syariat dengan cara menjaga terjadinya qishos dst”
( Maqashid as-syariah al-islamiyah, thohir bin
asyur, hal 137)
Kesimpulan artikel dengan content telaah pustaka yang
penulis paparkan mencoba menghadirkan kegundahan terhadap proses vaksinasi yang
dilakukan pemerintah, karena disinyalir terdapat kandungan babi. Proses
vaksinasi yang dimobilisasi oleh pemerintah merupakan tindakan benar dan sah
secara hukum, karena proses vaksinasi menjaga warga negara agar terhindar dari
virus. Sehingga obat dalam bentuk apapun bisa digunakan dalam medis,
selama menurut dokter memang tidak ada obat lain selain yang bisa digunakan
selain obat A “misalnya” atau seperti vaksin covid 19. Maka hal itu
diperkenankan oleh syariat untuk menggunakan obat tersebut dengan kadar
secukupnya.
Nb: mohon maaf, penulis lampirkan potret kitab, karena
dirasa terlalu panjang untuk diketik.
0 Response to "Belum Move On"
Posting Komentar