Transplantasi Organ Najis
Transplantasi Organ Najis
Dewasa ini, zaman yang berkembang dengan kecanggihan AI/IT menjadi partner dalam kehidupan manusia, semaraknya teknologi dalam berbagai bidang berdampak pada hukum (fiqih) yang harus terus bergerak dan berubah dengan senantiasa mendampingi dinamika zaman. Dalam hal ini, permasalahan muncul dengan adanya praktek transplantasi organ hewan yang najis dalam praktek medis, sehingga penulis mencoba menyelesaikan kegundahan teman dari mahasiswa UIN SATU Tulungagung terkait hukum praktek medis “ transplantasi organ hewan najis”.
Transplantasi berupa proses pemindahan (pencangkokan) sel manusia, jaringan atau organnya dari donor kepada resipien dengan tujuan memulihkan fungsi bagian tersebut. Tranplantasi menurut Undang-Undang Kesehatan Ri pasal 1 ayat 5 ialah: “ tranplantasi organ berupa serangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ atau jaringan manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengantikan oragan atau jaringan tubuh. Transplantasi organ tubuh merupakan salah satu topik dalam rangkaian Mu’tamar Majma’ Al-fiqh ke-4 muktamar pada tanggal 18 s.d 23 jumada al-akhirah 1408 h yang bertepatan dengan tanggal 6 s.d 11 februari 1988 M di Jeddah, arab Saudi.
Pada
muktamar Majma’ Al-fiqh ke-4 beberapa para tokoh menulis makalah terkait topik
tranplanstasi organ tubuh, seperti:
1. Prof. Dr.
dr. Muhammad ali Al-barr, Intifa’ al-insan bi A’dha’ Jism Insan Akhyar
Hayyan aw Mayyitan.
2. Syaikh Dr.
Bakr bin Abdillah Abu Zaid, At-Tasyrih Al-Jatsmani wa An-Naql wa
At-Ta’widh Al-Insani.
3. Syaikh Dr.
Abdussalam Dawud Al-Abbadi, Intifa’ Al-Insan bi A’dha’ Jism Insan Akhyar
Hayyan aw Mayyitan.
4. Syaikh Adam
Abdullah Ali, Intifa’ Al-Insan bi A’dha’ Jism Insan Akhar Hayyan aw
Mayyitan.
5. Dr. Muhammad
Aiman Shafi, Intifa’ Al-Insan bi A’dha’ Jism Insan Akhar Hayyan aw
Mayyitan Ghars Al-A’dha’ fi Jism Al-Insan Masyakiluhu Al-Ijtima’iyah wa
Qadhayahu Al-Fiqhiyyah.
6. Prof. Dr.
Hasan Ali Asy-Syadzili, Intifa’ Al-Insan bi A’dha’ Jism Insan Akhar
Hayyan aw Mayyitan fi Al-Fiqh Al-Islami.
7. Syaikh Dr.
Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Intifa’ Al-Insan bi A’dha’ Jism Insan
Akhar Hayyan aw Mayyitan.
Pembicara
pada waktu muktamar tersebut, ialah:
1. Prof. Dr.
Muhammad Ali Al-barr
2. Syaikh Dr.
Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi
3. Syaikh Adam
Abdullah Ali
4. Dr. Muhammad
Aiman Shafi
5. Syaikh Dr.
Bakr bin Abdillah Abu Zaid
6. Dr. Hasan
Ali Asy-Syadzili
7. Syaikh
Khalil Muhyidin Al-Mis
8. Syaikh Prof.
Dr. Abdussalam Dawud Al-Abbadi
9. Syaikh
Muhammad bin Abdurrahman
10. Dr. Ahmad
Raja’I Al-Jundi
11. Syaikh Dr.
Wahbah Musthafa Az-Zuhaili
12. Syaikh Ahmad
Muhammad Jamal
13. Syaikh Dr.
Muhammad Al-Mukhtar As-Salami
14. Syaikh
Muhammad Ibrahim Saqrah
15. Syaikh Rajab
At-Tamimi
16. Syaikh Dr.
Muhammad Sayyid Thanthawi
17. Syaikh Ahmad
Bazigh Al-Yasin
18. Syaikh
Muhammad Syarif Ahmad
19. Syaikh Dr.
Umar Jah
20. Syaikh Dr.
Thaha Jabir Al-Ulwani
Secara literatur
Fiqih Turats, terkait hukum transplantasi organ najis terdapat 2 hal;
2. Transplantasi organ najis tidak diperkenankan, apabila seorang dokter atau pasien mendapatkan transplantasi organ yang tidak najis.
قوله (وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ)
لِانْكِسَارِهِ مَثَلاً وَاحْتِيَاجِهِ إِلَى الْوَصْلِ (بِنَجْسٍ لِفَقْدِ
الطَّاهِرِ) الصَّالِحِ لِلْوَصْلِ أَوْ وَجَدَهُ وَقَالَ أَهْلُ
الْخُبْرَةِ أَنَّهُ لاَ يَنْفَعُ وَوَصَلَهُ بِالنَّجِسِ (فَمَعْذُوْرٌ) فِيْ
ذَلِكَ فَتَصِحُّ صَلاَتُهُ مَعَهُ لِلضَّرُوْرَةِ ... وَلَوْ قَالَ
أَهْلُ الْخِبْرَةِ أَنَّ لَحْمَ اْلأَدَمِيِّ لاَ يَنْجَبِرُ سَرِيْعًا إِلاَّ
بِعَظْمِ نَحْوِ كَلْبٍ فَيُتَّجَهُ كَمَا قَالَ اْلأَسْنَوِيُّ أَنَّهُ عُذْرٌ ...
(وَإِلاَّ) أَيْ وَإِنْ وَصَلَ بِهِ مَعَ وُجُوْدِ الطَّاهِرِ الصَّالِحِ أَوْ
لَمْ يَحْتَجْ إِلَى الْوَصْلِ حَرُمَ عَلَيْهِ لِتَعَدِّ بِهِ وَ (وَجَبَ)
عَلَيْهِ (نَزْعُهُ) وَأُجْبِرَ عَلَى ذَلِكَ (إِنْ لَمْ يَخَفْ ضَرَرًا ظَاهِرًا
“(Dan bila seseorang menyambung tulangnya) karena pecah misalnya, dan butuh disambung, (dengan najis karena tidak ada tulang suci) yang layak) dijadikan penyambung, atau ada namun seorang pakar berkata: “Sungguh tulang suci tersebut tidak berguna.”, dan ia menyambungnya dengan tulang najis, (maka ia dianggap udzur) dalam hal tersebut, oleh sebab itu shalatnya tetap sah besertaan tulang najis tersebut –di tubuhnya-, karena kondisi darurat. Dan bila seorang pakar berkata: “Sungguh daging manusia itu tidak bisa tertambal kecuali dengan tulang semacam anjing.”, maka kondisi itu dinilai kuat sebagai udzur boleh menambal dengannya seperti pendapat al-Isnawi, (dan bila tidak begitu), maksudnya bila ia menyambungnya dengan tulang najis dalam kondisi terdapat tulang suci, atau tidak butuh menyabungnya, maka penyambungan itu haram karena keteledorannya, dan (wajib) baginya (mencopot tulang najis itu), dan ia dipaksa mencopotnya (bila tidak khawatir bahaya yang nyata),” (Muhammad Al-Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, maktabah Syamilah)
وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ بِنَجِسٍ، أي كعظم
كلب ونحوه، لِفَقْدِ الطَّاهِرِ، أي وكذا مع وجوده، وقول أهل الخبرة إنه لا ينفع
غيره ، فَمَعْذُورٌ، للضرورة.
“ dan apabila
seseorang menyambung tulangnya dengan sesuatu yang najis seperti tulang anjing
dan lain sebagainnya karena tidak menemukan tulang yang suci. Menurut pendapat
seorang pakar: sungguh tulang suci itu tidak berguna, maka seseorang tersebut
dianggap udzur karena darurat” ( Ujalah Al-muhtaj Ila Tawjih Al-Minhaj, Imam
Sirajuddin Abi Hafs Umar bin Ali bin Ahmad, Al-Masyhur dengan sebutan Ibnu
Mulqin, Bab Syuruti As-sholati Juz 1 hal 235, Maktabah Syamilah).
0 Response to "Transplantasi Organ Najis"
Posting Komentar