Intra Crytoplasmic Sperm Injection
Intra Crytoplasmic Sperm Injection
Al-qur’an dan Al-hadits sebagai sumber
pengetahuan, kebudayaan, moral, serta
berbagai aspek yang tidak bisa disebutkan satu persatu berkenaan dengan
mukjizat ilmu dan keistimewaannya. Fenomena dan dinamika yang selalu menuntut
akselesari para pegiat ilmu memberikan angin segar baik berupa solusi hukum,
teori dan metodologi terhadap keilmuan menjadi tantangan dan uji kepakaran
terhadap bidang yang ditekuni. Artikel kali ini terbit atas permintaan Sahabat
Mahasiswa Universitas Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Program Studi Hukum
keluarga Islam yang mempersoalkan terkait inseminasi buatan dan bayi tabung. bayi tabung sendiri merupakan hasil dari inseminasi buatan, sehingga fokus kita terkait persoalan inseminasi buatan.
bayi tabung
merupakan salah satu metode inseminasi buatan, dimana hasil pembuahan (zygot)
ditempatkan didalam tabung sampai dengan tahapan perkembangan tertentu dari
embrio, kemudian
diimplantasikan ke dalam Rahim. Sehinga memicu para pakar ilmuwan dalam
wilayah Majma’ Al-fiqh. Problem terkait inseminasi menjadi pembahasan yang
sangat menarik diantara beberapa metodologi medis dalam menyelesaikan persoalan
lain, seperti; tranplantasi organ dan lain-lain. Majma’ Al-Fiqh pernah
mengadakan Mu’tamar Majma’ Al-fiqh ke-3 di Amman Yordania terkait
keputusan inseminasi buatan yang ditawarkan oleh medis dan pakar dokter. Inseminasi
buatan sendiri berupa metode medis untuk mengatasi masalah kesuburan apabila
mengalami problem infertilitas, dalam istilah barat dikenal dengan
istilah ICSI (intra-crytoplasmic sperm injection). ICSI metode
dengan cara menyuntikkan satu sperma secara langsung kedalam sel telur dengan
tujuan fertilisasi. Embrio yang terjadi, kemudian ditransfer kedalam rahim. HFEA
(The human fertilization and embryologi authority) merupakan badan
resmi di Inggris yang mengatur dan mengawasi seluruh klinik di Inggris
yang melayani IVF (in-vitro ferlitization), artificial insemination (inseminasi
buatan), dan penyimpanan sel telur, sperma maupun embrio manusia. Metode IVF
( pembuahan diluar tubuh secara manual yang menggbungkan sperma dan sel telur
dalam piring laboratorium) di klinik-klinik barat diklasifikasikan menjadi
2: Pertama, pembuahan dari sperma suami lalu disuntikkan kedalam tempat
yang tepat dalam organ reproduksi istrinya, agar bertemu secara alami dengan
sel telur yang diproduksi oleh ovarim istrinya. Setelah terjadi pembuahan. Zygot
akan menempel pada dinding rahim dengan seizin Allah. Metode ini
ditempuh ketika suami mengalami ketidakmampuan melakukan penetrasi penis
kedalam vagina istrinya. Kedua, Sperma diambil dari seorang pria lalu
disuntikkan ke organ reproduksi istri pria lain, hingga terjadi pembuahan
internal. Setelah itu zygot menempel
pada dinding rahim sebagaimana metode pertama. Metode ini ditempuh ketika suami
mengalami Infertil; benihnya tidak mengandung sel sperma, sehingga mereka harus
mengambil sperma dari pria lain.
Ibnu Khaldun dan para filsuf islam sebelumnya seperti Ibnu
Sina, Al-farabi dan selainnya, pada era kurang lebih seribu tahun yang
lalu, telah mengisyaratkan metode rekayasa reproduksi manusia. Pandangan mereka
dalam hal ini tidak hanya ilmiah, tetapi juga futuristik (terarah ke masa depan
). Ibnu Khaldun dalam kitabnya yang masyhur, al-muqoddimah
mengisyaratkan tema ini saat berbicara aspek kimiawi dari reproduksi manusia,
menurut para ilmuwan pendahulunya. Ibnu Khaldun seorang tokoh ilmuwan arab
muslim yang menerima teori penciptaan makhluk hidup dari sperma, dan itu
terjadi setelah ia menyelidiki secara cermat bagian-bagian dan komposisi
unsur-unsur alam yang darinya manusia terbentuk. Kemudian ia mengatakan “dari mana semua ini
?” ungkapan keheranannya itu muncul akibat keterbatasan ilmu pengetahuan pada
zaman itu. Oleh karenanya,
ia mengkatakan, “kesulitan di dalamnya bukan bersumber dari alam, melainkan
karena ketidakmampuan manusia untuk mengetahui semua isinya.” Jadi, Ibnu
Khaldun menetapkan bahwa rekayasa penciptaan manusia atau hewan dari benih
selain sperma, bukanlah perkara mustahil secara substansial. Yang menjadi
kendala adalah sains dan teknologi yang masih terbatas untuk menganalisa rasio
komposisi kimiawi zigot, serta menemukan lingkungan yang proporsional untuk
melakukan rekayasa penciptaan manusia dan perkembangannya, yaitu penyediaan
media dan suhu untuk perkembangannya. Artinya, inseminasi buatan merupakan
tindakan yang dapat ditolerir oleh para pemikir islam sejak zaman klasik. Dapat diasumsikan bahwa pertimbangan
mereka sudah termasuk pertimbangan hukum islam yang sedemikian futuristik.
Padahal mereka hidup lebih dari 1000 tahun yang lalu, dengan kondisi dunia
kedokteran pada masa itu. Sebagaimana dimaklumi Bersama, mereka adalah para
ulama ensklopedik, yang menguasai filsafat, ilmu kedokteran, fisika,
matematika, kimia, sosiologi, hingga akidah dan fikih.
Mayoritas ulama kontemporer yang mengkaji dan
menjawab masalah inseminasi buatan dengan metode bayi tabung ini adalah para
guru besar dari fakultas syariah atau para mufti. Mereka semua sepakat bahwa metode ini dibolehkan.
Hanya sedikit ulama yang terlalu berhati-hati dan ragu-ragu dalam
membolehkannya. Yang dilarang ialah kasus-kasus dimana kedua benih atau
salah satunya berasal dari donor. Adapun Syekh Musthafa Az-Zarqa’ masih meragukan kebolehan metode
inseminasi buatan ini, meskipun tampaknya secara prinsipil dibolehkan syara’. Keraguan beliau meliputi 3 aspek: Pertama, aspek kesamaran hasil eksperimen tersebut
dalam hal kondisi masa depan anak yang dihasilkannya serta ada kemungkinan
meningkatnya angka kelainan bawaan akibat metode inseminasi buatan ini. Kedua,
probabilitas atau
kemungkinan metode ini
akan menjadi sarana untuk merusak dan menimbulkan keraguan terhadap nasab,
padahal dalam islam status pernikahan menjadi fondasi pembentukan keluarga
dan hak-hak syar’i secaa individu, serta status mahram berdasarkan pertalian darah dan
perbesanan. Ketiga, bahwa setiap inseminasi buatan harus
menyingkap aurat Wanita. Namun hal ini diperbolehkan sampai pada taraf
kesimpulan bahwa kebutuhan Wanita untuk menjadi ibu dan maslahat yang
disyariakan.
Kesimpulan: Ada beberapa determinan terkait inseminasi buatan dan bayi tabung. Pertama, menurut
Prof. Dr. dr. Ali Al-barr, syaikh Abdullah basalamah dan sejumlah dokter lainnya. Bahwa metode
inseminasi buatan diperbolehkan dengan catatan sumber sperma dan ovum berasal
dari pasutri yang masih dalam ikatan pernikahan yang sah. Kebolehan hal ini
mengacu pada Bara’ah Al-ashliyah, yaitu sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya, maka perbuatan
tersebut tetap pada hukum asalnya yaitu diperbolehkan. Kaidah tersebut
merupakan bagian dari metode Al-istihab. Kedua, dalam program bayi tabung tampak jelas
kemaslahatannya. Dalam hal ini maslahat didefinisikan sebagai sebab yang
mendorong kepada sesuatu yang baik dan bermanfaat, sebagaimana pendapat Najmuddin Ath-Thufi, kemaslahatan tersebut ialah berupa
terwujudnya keinginan memiliki anak dari pasutri yang selama ini menderita
karena belum punya ketrurunan setelah bertahun-tahun. Dr. Abdullah Al-bassam
dan prof. Musthafa Az-zarqa’ yang memandang inseminasi buatan dari sisi
filosofis merupakan salah satu jalan keluar dalam masalah infertilitas.
Namun kemaslahatan inseminasi buatan dan program bayi tabung, tidak dapat disandarkan
pada suatu nash yang tegas tentang perintah untuk mempunyai anak baik dalam
al-qur’an dan hadits. Tetapi, ada pula nash yang menunjukan bahwa anak
merupakan batu ujian, bahkan fitnah bagi kedua orang tuannya. Selain itu, memiliki anak bukanlah kewajiban suatu
rumah tangga. Dalam hal ini ada Thariq al-istinbath yang digunakan dengan cara Maslahah Mursalah, yaitu suatu metode ushul fiqh
yang digunakan tatkala seorang mujtahid memandang suatu perbuatan tertentu
dapat diambil manfaat yang lebih utama, sementara itu tidak ada satu aspekpun
yang meniadakannya dari syara’. ketiga, syaikh Muhammad ratib an-nabulsi, Dr.
dr. Zakaria Al-Birri, Dr. dr. Nu’aim yasin, inseminasi buatan dan bayi tabung tidak diperbolehkan apabila menggunakan
sperma dan/atau ovum dari bukan pasangan suami istri yang sah, termasuk cerai
hidup atau cerai mati. Hal ini termasuk Sadd Adz-dzariah dalam Thariq Al-istinbath dengan berpedoman kepada kaidah dar’ al-mafasid muqoddam ‘ala jalb
al-mashalih yang berimplikasi dengan tindakan preventif agar prosedur inseminasi
buatan dan bayi tabung tidak melenceng ke arah negative.
Keterangan yang telah dipaparkan bisa para pembaca cek
lebih jelas dalam kitab ushul fiqh serta dalam tafsir ibnu katsir dalam
penafsiran Q.S. Al-Furqon ayat 68, demikian penulis sertakan nuqilan hadits
yang dikutip oleh Imam ad-din Ismail bin Umar bin Katsir atau
yang masyhur dengan Ibnu katsir.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنِ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا
عَمَّارُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَّثَنَا بَقيَّة، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي
مَرْيَمَ، عَنْ الْهَيْثَمِ بْنِ مَالِكٍ الطَّائِيِّ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: قَالَ:
"مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ نُطفة
وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِم لا يحل له"
“Rasululloh SAW bersabda: tidak
ada dosa yang lebih setelah syirik dari pada mani yang laki-laki letakkan pada
rahim perempuan yang tidak halal baginya”
Nb: memiliki momongan atau anak dalam keluarga kecil merupakan anugrah, sehingga tidak perlu memaksakan diri untuk menjalani berbagai metode medis demi terwujudnya buah hati. Cukup pahami kisah Imran dan Hannah yang tidak pernah putus asa memanjatkan doanya agar dikaruniai buah, lalu lahir Siti Maryam ibunda Nabi Isa A.S.
link terkait proses bayi tabung dilakukan https://www.youtube.com/watch?v=HdnXMapvBy8
Buah hati kang, kirang nulise niku. 🙏
BalasHapusoh, nggh kang. matur swun sampun dibener aken.
Hapus