Al-Iqtishadiyah
وَابْتَغِ
فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ
فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan, carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu
lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qur’an Surat Al-Qasas: 77)
Dalam tafsir Al-Qur’an Al-Adhim karya Ibnu Katsir ayat diatas merupakan dorongan kepada seluruh hamba agar senatiasa menggunakan
Al-Mal Al-Jazil wa An-Ni’mah Ath-Thailah (harta yang belimpah dan nikmat kemampuan)
untuk taat kepada Allah dan mendekatkan diri kepadanya dengan ketaatan yang
bervariasi, serta Allah juga memperbolehkan untuk mengambil bagian mereka
didunia seputar yang Allah perbolehkan seperti makanan, minuman, pakaian,
pernikahan. Allah juga memberikan rambu-rambu agar senantiasa memberikan
kebaikan sebagaimana Allah memberi kenikmatan kepadanya dan jangan menjadi perusak
dibumi walaupun hanya sebatas angan-angan yang terbesit dalam pikiran.
Menyikapi problematika
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Prodi Hukum Keluarga Islam
terkait Peran fiqih dalam menangulangi isu-isu sosial kemiskinan dan
kesenjangan ekonomi. Berbicara mengenai prinsip fiqih dalam perekonomian kyai
Sahal Mahfudzh kajen Jawa tengah, memberikan penjelasan. fiqih berupa
komponen yurisprudensi yang masih relevan untuk dijadikan rujukan dalam
mengatasi berbgai permasalahan aktual. Terdorong oleh keyakinan inilah, dalam
upaya mengembangkan fiqih baik dalam konteks metodologi (manhaj)
maupun kumpulan hukum (Qauli). Kontekstualisasi kitab-kitab
kuning melalui pengembangan contoh-contoh aplikasi kaidah Ushul Fiqh
dan Qawaid Fiqih. Sedangkan kontektualisasi manhaji bisa
diaplikasikan melalui teori masalik al-illat (mengkaji
sebab-sebab terjadinya hukum) agar produk fiqih yang dihasilkan sesuai dengan maslahat
al-ammah (kesejahteraan yang menyeluruh). Fiqih sendiri
merupakan penuntun peradaban kemanusiaan paling praktis dalam islam. Manusia
sendiri memiliki empat aspek kehidupan pokok yang berupa ubudiyah,
yaitu mengurus langsung hubungan transendental manusia dengan penciptanya.
Tiga aspek lain berupa, mualamah (hubungan profesional dan
perddata), munakahah (pernikahan), dan jinayah (pidana)
yang memiliki korelasi langsung dengan persoalan kehidupan materi dan sosial
yang bersifat duniawi. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan urgensitas Mal
dalam kitabnya An-Nidham Al-Iqtishodi fi Al-Islam, sebagaimana berikut:
إن الله سبحانه وتعالى جعل المال سببا لإقامة مصالح العباد
في الدنيا وشرع طريق التجارة لاكتساب تلك المصالح لأن ما يحتاج إليه كل أحد لا يوجد
ميسورا في كل موضع ولأن اخذه عن طريق القوة والتغالب فساد فلا بد من ان يكون هنالك
نظام يمكن كل واحد من أخذ ما يحتاج إليه عن غير طريق القوة والتغالب. )تقي الدين النبهاني في كتابه النظام
الإقتصادي في الإسلام(
Allah Subhanah wa Ta’ala menjadikan harta
sebagai sebab kemaslahatan hamba di dunia dan melalui proses tijaroh
(berniaga) merupakan jalan yang disediakan Allah untuk mendapatkan kemaslahatan
tersebut. hal-hal tersebut tidak ditemukan secara mudah oleh setiap orang, sehingga
diperlukan aturan-aturan dalam perekonomian agar setiap orang tidak menempuh
jalan Taghalub (saling berebut) dan Quwwah (kekuatan) dalam perekonomian.
Isu-isu terkait
kesenjangan ekonomi dan kemiskinan pernah melanda madinah yang dikenal dengan
peristiwa Ramadah. pada saat itu dinahkodai oleh Sayyidina
Umar bin Khottob Khalifah kedua, sehingga beliau memiliki peran penting dalam
wilayah perekonomian. Beliau merupakan aktor utama dalam mengentaskan perekonomian
pada tahun Ramadah (gugur), pada tahun ini (Ramadah) manusia
tertimpa bencana kelaparan berat sebab kemarau panjang dan paceklik, hingga
manusia terlihat mengangkat tulang yang rusak dan menggali lubang tikus untuk
mengeluarkan apa yang ada didalamnya. Manajemen sayyidina Umar bin Khottob
terkait krisis pangan, yaitu: Pertama, Umar memerintah bangsa arab
dari segala penjuru untuk datang ke madinah membawa bantuan. Kedua, Umar
mengirimkan bantuan bagi penduduk Badui (kampung) yang terkena krisis yang
tidak bisa pindah ke madinah. Ketiga, perhatian Umar terhadap
orang-orang yang terkena krisis dengan mencermati mereka yang disisinya pagi
dan sore. Keempat, Umar mengirimkan kepada setiap kaum apa yang maslahat
bagi mereka. Kelima, pembagian tempat untuk mengungsi yang proporsional
agar tidak terjadi kepadatan penduduk dimadinah. Keenam, pengawasan umar
kepada para pejabatnya dengan pengarahan yang lazim untuk berjalannya
pekerjaan. Ketujuh, Rancangan strategis umar untuk menghadapi perubahan
dimasa mendatang, diantaranya penggalian teluk untuk menghubungkan antara mesir
dan hijaz untuk memudahkan dalam mendatangkan makanan pokok.
Perjuangan sayyidina
Umar bin Khottob tidak hanya lepas dari 7 hal diatas, beliau juga memberlakukan
cara lain, diantaranya: Pertama, politik hidup sederhana dilakukan oleh
sayyidina umar sebagai bentuk takaful (solidaritas) dalam
kondisi krisis, dimana orang-orang yang terimbas krisis merasakan bahwa teman-teman
mereka bersama mereka dalam mengemban kesulitan dan meninggalkan sebagian kebutuhan
sendiri untuk kemaslahatan mereka. Politik semacam ini menjadi tekanan keras
untuk diri sayyidina umar, keluarga, dan anak-anaknya. Sebab beliau sangat memahami
bahwa politik hidup sederhana tidak akan sukses jika pejebat negara tidak
menjadikan dirinya, keluarganya dan para aparatnya sebagai panutan bagi orang
lain. Kedua, menetapkan prioritas infak kepada orang-orang yang
terkena krisis, bahkan terdapat riwayat sayyidina umar melarang setiap orang
untuk mengendarai unta pada masa krisis, seperti peristiwa Abdullah bin Abi
Rabi’ah yang beternak kuda dan dilarang oleh sayyidina Umar kecuali makan
ternak kudanya bersumber dari luar madinah, sehingga abdullah bin abi rabi’ah membawa
makan kudanya dari tanah yaman. Serta Sayyidina Umar menyuruh para pejabatnya
untuk menyembelih unta yang dimiliki oleh masyarakat. Ketiga, sumber-sumber
baitul mal atau hasil dari baitul mal diarahkan sayyidina umar untuk membantu
orang-orang yang terkena krisis Ramadah sampai habis. Keempat, dalam
menghadapi krisis Ramadah sayyidina Umar senantiasa menyerukan kepada masyarakat
agar senantiasa bertaubat, mohon ampunan,dan senantiasa mendekatkan diri kepada
allah dengan amal saleh.
Kesimpulan: dari beberapa penjabaran diatas, ekonomi
sebagai sarana kemaslahatan hamba didunia. Peran fiqih atau prinsip-prinsip
fiqih dapat ditemukan melalui sikap sayyidina Umar bin Khottob dengan
dikontekstualisasikan pada era sekarang, sebagaimana peran pemerintah dalam
upaya memberikan bantuan pada saat Covid-19 merupakan implementasi dari prinsip
fiqih
0 Response to "Al-Iqtishadiyah"
Posting Komentar