Membaca Muhammad Syahrur
Muhammad syahrur, seorang pemikir asal suriah menjadi perbincangan bagi para intelek, setelah banyak pernyataan kontroversial. Salah satu pemikirannya, ia menyatakan bahwa; meski al-qur’an berkedudukan suci, namun al-qur’an berhak atas kritik dan sangat mungkin terjadinya adanya revisi terhadap al-qur’an. tentu, pernyataan ini mengundang banyak respon dari berbagai kalangan. Lalu, bagaimana para intelek merespon pemikiran syahrur, bagaimana asumsi dasar Muhammad syahrur terhadap sumber utama dalam islam, sikap dan kritik. Seperti apa yang dilancarkan sejumlah sarjana pada pemikiran Muhammad syahrur tersebut?
Muhammad
Syahrur memiliki beberapa tulisan yang berkenaan dengan Al-Qur’an, dari
beberapa tulisan Syahrur, buku Al-Kitab wa al-Qur’an Qira’ah Mu’ashirah,
terbit pada tahun 1990-an mengundang kontroversi. Mengingat background
syahrur, seorang doktor dalam mekanika tanah yang mencoba memasuki wilayah
hermeneutika al-Kitab. Dengan keahilannya dalam bidang Teknik dan dipadukan
dengan teori-teori linguistik, Syahrur banyak memberikan makna-makna baru,
sekaligus mengkritik atas konsep-konsep keagaman klasik. Melalui eksplorasi
atas konsep nubuwwah dan risalah, syahrur memberikan sistematika
lain bagi al-Kitab serta menawarkan suatu cara mendamaikan yang sakral
dan propan.
Syahrur
menyebut al-Qur’an yang kita kenal dengan nama al-Kitab atau
dengan nama al-Mushaf, dan al-Tanzil al-hakim. Syahrur
menyematkan nama al-Tanzil al-Hakim dengan mengacu pada keseluruhan
kandungan mushaf. Sedangkan al-Mushaf mengacu pada isi al-Qur’an yang
berada pada posisi 2 cover. Penamaan al-Mushaf yang disematkan oleh
syahrur didasari dalil Q.S. Al-Imran: 7.
Syahrur mengkritik beberapa epistemology tafsir yang telah dibangun oleh para ulama’, seperti konsep tentang as-Bab al-Nuzul, pengunaan israiliyyat, penafsiran yang bertumpu pada Bahasa arab, dan penafsiran yang bertumpu pada adanya sinonimitas di dalam Bahasa arab. Pemikiran-pemikiran syahrur menawarkan gagasan yang dekonstruktif sekaligus rekonstruktif yang unik. Mengingat background syahrur seorang doctor ahli ilmu alam, khususnya matematika dan fisika. Pemikiran syahrur terhadap teks-teks keagamaan, berawal dari kegelisahannya atas problematika sosial yang berkembang dikehidupan Masyarakat. Menurut syahrur, ayat-ayat suci yang ditafsrikan oleh para ulama terdahulu hanya terbatas pada konteks penafsirannya yang masih sangat terbatas. Bagi syahrur, aktivitas wilayah ilmu tafsir hanya menekankan pada pemahaman teks belaka, tanpa adanya dialog dengan realitas ketika teks itu dikeluarkan dan dipahami oleh pembacanya.
Dengan posisi yang tidak menempatkan teks pada dilektika konteks dan kontekstualisnya menjadi sebab teks al-Qur’an sulit dipahami oleh lintas generasi. Batasan-batasan (penafsiran) yang tidak terjadi dialog realitas, bagi syahrur akan membuat umat islam tidak akan mampu menembus lautan makna ayat-ayat al-Qur’an/al-Kitab. Dalam Analisa christman, pemikiran syahrur merupakan sintesa dari filsafat spekulatif Whitehead yang rasionalisme idealis para filosof jerman serta strukturalisme dari nalar matematika-teknik yang membentuk suatu pemikiran yang tidak lazim. Mengingat syahrur, seringkali mendiskusikan pemikiran para filosof positivisme dari jerman seperti Immanuel Kant, Fichte dan G.F. Hegel, disamping pemikiran filsafat Alfred North Whitehead, Betrand Russel, dan lainnya.
Dalam pandangan Syahrur, dalam pemikiran Arab-Islam terdapat beberapa hal yang harus ditanggapi dengan segera. Pertama, Dalam pemikiran Arab-Islam tidak ada metode-metode yang benar-benar ilmiah dan objektif yang digunakan dalam kajian-kajian ilmiah maupun dalam menelaah kitab suci. Padahal metode ilmiah itu penting agar pemahaman atas al-Qur’an tidak dangkal dan fanatic akibat dari masuknya sentimen primordial kemadhzaban dan aliran teologi. Kedua, Tidak terdapatnya metode ilmiah dalam menelusuri problematika dan melakukan riset ilmiah atas berbagai problem, meskipun terdapat buku-buku/karya-karya yang mengklaim sebagai karya ilmiah. Namun faktanya hanya sebatas proyek memfanakan dan membaqakan islam. Ketiga, Kebanggan atas kebanggan islam dan keagungannya akan ketakutan profanisasi al-kitab menjadikan umat islam terisolasi dari filsafat dan pemikiran luar, khususnya tradisi barat. Keempat, Terisolasi diri dari luar berakibat pada kosongnya pemikiran arab dari ilmu, filsafat, epistem baru yang koheren serta dapat mengungkap kandungan al-kitab yang menerangkan tentang hukum alam dan kemanusiaan, sehingga hasil dari pemikiran tetap terjebak pada madzhab fiqih, aliran teologi dan saling tuduh. Kelima, perlunya fiqih baru dan pembacaan kontemporer atas sunnah nabi, agar umat islam tidak hidup dalam krisis pemahaman yang serius.
Konsep penelitian yang dibangun oleh Muhammad Syahrur terhadap teks-teks keagamaan, fokus pada kontruksi konsep Nubuwwah dan Risalah. Karena, Menurut Syahrur, Muhammad Saw merupakan seorang Nabi sekaligus Rasul. Berdasarkan dengan hal tersebut, syahrur berusaha mengkaji al-Qur’an dengan 2 kontruksinya.
1. Al-Kitab
adalah himpunan seluruh tema yang diturunkan kepada Muhammad Saw sebagai wahyu.
Ia berupa himpunan seluruh ayat-ayat yang termuat dalam lembaran-lembaran
mushaf sejak permulaan surat al-fatihah hingga akhir an-nas.
2. Kitab
Nubuwwah, ayat-ayat yang berbicara mengenai
Kumpulan pengetahuan tentang alam dan Sejarah yang memuat penjelasan atas
realitas objektif dan berfungsi sebagai pemisah anatara haq dan bathil.
Dalam klasifikasi Nubuwwah, terdapat Ayat Mutasyabihat
(penjelasan atas realitas objektif), dan Ayat La Muhkamat wa la Mutasyabihat
(bukan muhkamat dan mutasyabihat), adalah ayat yang menjelaskan isi karakter
dan sitematika Al-Kitab (tafsil al-Kitab). Ayat ini tergolong ayat
nubuwwah, karena isinya hanya berupa pengetahuan bukan pensyariatan.
·
Al-Qur’an adalah sekumpulan ayat yang
menginformasikan tentang hukum-hukum alam permanen yang tertulis dalam lawh
mahfudzh dan hukum alam yang berubah yang tertulis dalam imam mubin.
Al-Qur’an juga disebut al-Hadits atau al-Haq karena berbicara
tentang gerak dan relitas.
·
Lawh Mahfuzh adalah muatan hukum-hukum universal yang
mengatur keberadaan dan ketetapan segala eksistensi, sejak permulaan penciptaan
hingga akhir kehidupan berupa pembalasan di surga dan dosa di neraka.
§
al-Imam al-Mubin adalah muatan hukum-hukum particular yang
berlaku pada fenomena alam dan tindakan manusia setelah tindakan tersebut
terjadi.
§ al-Sabu al-Matsani disebut juga Ahsan al-Hadits, ia adalah tujuh ayat pembuka surat, terdiri dari; 1. Alif lam mim, 2. Alif lam mim shad, 3. Kaf ha ya ain shad, 4. Ya sin, 5. Tha ha, 6. Tha sin mim, dan 7. Ha mim
3. Ayat
muhkamat berupa ayat yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya,
hubungan antar manusia dan dasar-dasar syari’ah. Ayat Muhakamat tergolong Kitab Risalah. Kitab Risalah adalah
ayat-ayat muhkamat yang berisi tentang hudud, ibadah, al-furqon, dan ta’limat.
Ayat-ayat ini disebut juga dengan istilah umm al-Kitab.
·
Hudud
adalah batas-batas hukum yang tidak boleh dilampui, baik batas maksimal maupun
batas minimal.
·
Ibadah adalah ritual-ritual keimanan
sebagimana yang sudah kita ketahui, seperti sholat dan lain-lainnya.
·
Al-furqon
adalah sepuluh perintah Tuhan yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa, isa dan
Muhammad yang menjadi titik persamaan risalah yahudi, Nasrani dan islam.
· Al-Ta’limat adalah perintah-perintah dan larangan-larangan baik yang bersifat khusus kepada nabi maupun bersifat umum untuk seluruh manusia.
Konklusi: Pemikiran-pemikiran yang syahrur
tawarkan, jika dicermati secara mendalam. Terdapat upaya dekonstruksi terhadap
konsep-konsep klasik yang mapan dengan mendemonstrasikan konsep Nubuwwah dan
Risalah yang dieksplorasinya. Gagasan yang diusung syahrur mengejutkan
ruang intelektual, sehingga dianggap kontroversial. Kontroverisal pemikiran
syahrur lebih terasa, Ketika syahrur mencoba memasuki epistem hukum dengan
teori limitnya (teori Hudud), yang mana hasilnya menabrak ketentuan
hukum (fikih) yang sudah mapan pada wilayah Madzahib al-Arba’ah (Imam
Madzhab). Menurut Syahrur, orang-orang islam tidak akan bisa berkembang jika
mereka masih terjebak dengan pola-pola beragama dan pemahaman terdahulu, dan
bahkan orang-orang islam tidak akan mampu memahami kandungan al-Qur’an,
sementara orang-orang barat berusaha mengkaji kandungan-kandungan yang terdapat
di dalamnya. perbedaan konteks masa, kultur sosial orang-orang dahulu dengan
realita kehidupan saat ini, berimplikasi pada pembacaan teks-teks keagamaan
yang harus disuarakan dengan narasi (pemahaman) sezaman.
0 Response to "Membaca Muhammad Syahrur"
Posting Komentar